Versi lengkap tulisan ini bisa dilihat di web Gusdurian malang,
Masyarakat di salah satu pulau di propinsi Jawa Timur ini sudah sangat terkenal sebagai masyarakat perantau. Sangat mudah kita jumpai orang madura di sekiling tempat kita tinggal. Merantau seakan menjadi bagian dari fase perjalanan hidup orang Madura, selain juga untuk memperbaiki kualitas sosial ekonomi. Masyarakat Madura tersebar di hampir seluruh penjuru negeri ini, dari ujung barat Indonesia hingga semenanjung pulau Papua. Beberapa dari mereka ada yang merantau untuk bekerja, namun tak sedikiti pula yang hijrah untuk menimba ilmu di luar pulau Madura. Kegigihan orang Madura dalam menghadapi tantangan hidup yang kian berat, menjadikan mereka sebagai masyarakat yang memiliki nilai plus, yaitu survival dan tahan banting. Hal ini bisa disebabkan karena karakter masyarakat Madura yang gherra (Hidayat, 2009), tak mudah patah semangat, dan sifat ketretanan yang kuat. Istilah tretan dhibik menjadi sebuah pedoman hidup yang menguatkan keakrabatan dan rasa memiliki sebagai orang madura. Sehingga, jika orang Madura berada ditanah rantau, dan kemudian bertemu dengan orang Madura lainnya, mereka seringkali-meski tidak selalu dan semuanya demikian-menganggap sebagai keluarga atau saudara. Hal ini pula mungkin yang membuat orang Madura tidak takut untuk merantau. Tentu, generalisasi pada masyarakat Madura tidak bisa serta merta dilekatkan pada mereka. Apa yang saya tulis lebih pada pengalaman pribadi, pergi merantau, bertemu dan berinteraksi dengan beberapa orang Madura di tanah rantau. Sekilas, masyarakat Belanda berbeda dari orang Madura. Orang Belanda tidak banyak yang merantau ke luar Belanda. Berpindah-pindah tempat untuk menemukan suatu hal yang baru tidak begitu umum bagi mereka. Ketika menempuh beberapa matakuliah di Radboud University Nijmegen, beberapa dari teman kelas saya ada yang heran, mengapa ada orang Indonesia, jauh jauh sekolah ke Belanda, meninggalkan keluarganya. Pada umunya, orang Belanda sekolah dan bekerja di daerahnya. Setelah menyelesaikan kuliah, mereka memilih bekerja disana. Sedikit sekali yang memilih berkarir di luar Belanda. Sepintas saya beranggapan bahwa mereka tidak memiliki alasan yang cukup kuat untuk “merantau”. Tidak halnya dengan kebanyakan orang Madura yang merantau untuk alasan ekonomi misalnya, pemerintah Belanda sudah mencukupi kebutuhan yang dibutuhkan rakyatnya sehingga mereka lebih betah dikampung halamannya. Begitu juga dengan pendidikan contoh lainnya, orang orang kampung di tempat saya tinggal ingin sekali masuk ke sekolah favorit, dan biasanya terletak di kota. Sekolah di kota dipilih karena memiliki kualifikasi akademik dan fasilitas yang jauh lebih bagus daripada di desa. Di Belanda, fasilitas dan kulifikasi akademik sebuah penyelenggara pendidikan relatif merata, sehingga mau sekolah di kota kelahiran atau di luar kota tempat mereka dibesarkan seakan tidak memiliki dampak yang signifikan bagi pendidikan mereka dimasa depan. Versi lengkap tulisan ini dimuat dan dipresentasikan dalam acara Kongkow Gusdurian Malang,
Tulisan ini adalah refleksi pengalaman pribadi. Saya berasal dari pelosok daerah tertinggal di salah satu propinsi di Jawa Timur, yang mendapatkan kesempatan menempuh pendidikan master di Benua Eropa, tepatnya di Negara Belanda kota Nijmegen, salah satu kota tertua di Belanda. Dari benua Eropa pula lah banyak ilmuan dan akademisi tingkat dunia lahir. Adapun daerah tempat saya dibesarkan bernama Kabupaten Bangkalan, terletak di pulau Madura atau biasa disebut pulau garam. Mengawali pendidikan formal sejak usia 7 tahun di Bangkalan, saya pun meneruskan sekolah tingkat pertama dan menengah atas di kota yang masyhur dengan kota santri ini. Tentu, selain belajar di sekolah formal, saya juga pernah merasakan pendidikan dengan model pesantren, salafi dan modern. Sekolah sambil nyatri seakan menjadi sunnah muakad bagi masyarakat di kampung. Saat menempuh sekolah menengah atas, saya nyantri di kiyai Affan Fadli (Alm), senenan. Sebelumnya, saya sempat mencicipi treatment pendidikan pondok modern Darul Ittihad Kecamatan Geger Bangkalan. Dari sinilah fondasi ilmu agama saya dipupuk dan akhirnya menjadi sangu untuk menjalani kehidupan nan “bebas” ala Negeri kincir angin selama menjalani studi master. Pada tulisan kali ini, saya ingin berbagi pengalaman seputar dunia pendidikan dan sosial yang pernah saya rasakan selama menjadi pelajar di kota santri, Bangkalan, dan Belanda. Ada tiga hal penting yang ingin saya coba kemukakan sebagai fokus dari tulisan ini, yaitu “keramahan”, tretan dhibik (Brotherhood), dan aktualisasi sikap/prilaku toleransi di Madura dan Belanda. Sebagai kota santri, ketiga konsep hidup bermasyarakat ini sudah seyognyanya ditegakkan dan menjadi amalan masyarakat Bangkalan sehari hari. Apalagi hal ini juga dikuatkan oleh sumber pedoman hidup mereka sebagai muslim. Lalu bagaimana dengan Belanda yang mayoritas penduduknya tidak memiliki keyakinan? Apakah mereka ramah dan toleran pada masyarakat pendatang/asing? Apakah keramahan sebuah masyarakat dan sikap toleransi berbanding lurus dengan kemajuan peradaban dan pendidikan? Untuk lebih jelasnya, saya akan memaparkan di pembahasan selanjutnya. Haloooo para scholarship hunters............... masih semangat ya untuk menggapai mimpi kuliah di universitas terbaik dengan beasiswa LPDP, yang boleh dibilang yang terbaik juga lo. Secara beasiswa ini membiayai semua komponen akademik kita di negara studi dan non akademik juga, seperti tunjangan buat mereka yang membawa keluarga. Dan penting juga kita gak bakalan kesusahan secara financiial insyaAllah selama kita rajin mengisi SIMONEV, sebuah layanan evaluasi dan monitoring. And not to mention, tahun ini LPDP akan memberikan beasiswa pada 5000 kandidat yang layak lo.
Fantastis bukan? Ini beasiswa dari negara kita tercinta lo, Indonesia. Ternyata dengan pengelolaan yang baik, oleh orang orang yang bertanggungjawab, negara kita mampu nyekolahin putra putri terbaiknya ke luar negeri. Sebuah investasi jangka pajang tentunya untuk menuju Indonesia Emas 2045. Dari jumlah beasiswa yang diberikan, LPDP masih yang terbanyak. AAS contohnya, memberikan quata 500 untuk pelamarnya. Beasiswa yang lain seperti Fulbright, tentu lebih sedikit. Tapi jangan dipandang sebelah mata lo ya jumlah quota yang melimpah yang diberikan LPDP. Itu bukan berarti seleksinya tidak ketat, penerima tidak kompeten. Jangan salah, LPDP hanya membiayai mereka yang mampu menembus best univ di ranking 200 dunia. Sebagai sebuah apresiasi jika mampu masuk top 20, penerima beasiswa BPI LPDP akan mendapatkan insentif yang jumlahnya juga fantastis.. Masih ingat kan salah satu ingat kan salah satu persyaratan beasiswa LPDP? Tentang unconditional LoA. Yupss. Kita diminta untuk melampirkan unconditional LoA sebagai salah satu syarat di tahap seleksi administrasi. Nah kali ini saya ingin berbagi pengalaman mendaftar ke kampus tujuan. Berbeda dengan AAS atau Fulbright, LPDP tidak memebrikan layanan pendaftaran ke kampus. Jadi kita harus mendftar sendiri. Gak ada juga kelas persiapan atau matrikulasi. Penerima beasiswa AAS tentu familiat dengan yang namanya Bridging Program kan, nah karena LPDP gak ada program seperti itu, jadi kita harus siap siap ne untuk mendaftar ke kampus yang kita inginkan. Lalu apa saja ya yang perlu kita persiapkan? Kapan mulai daftarnya? Setelah diterima atau sebelum mendaftar LPDP? Okay kita mulai dari kapan dulu ya. LPDP akan memberikan beasiswa yang layak, dimana salah satu kriteria kelayakan bisa diejawantahkan dalam kesiapan kita dalam melanjutkan studi. Kesiapan ini bisa diliat dari, minimal, sudah atau belumnya kita memilih kampus tujuan yang sreg. Akan nampak lebih siap lagi jika kita sudah mendaftar ke kampus tujuan. Dan tentu kita akan lebih PD dan siap kalo kita sudah punya, at least, coditional Offer apalagi sudah punya unconditional LoA. Jadi saran saya, segera daftar ke kampus yang diminati meski belum mendaftar ke LPDP. Gimana caranya? Gak susah kug sebenarnya. Secara umum, panduan pendaftaran kampus kampus yang lebih dulu maju daripada negeri kita itu lebih detail dan lengkap di website masing masing. Jadi kita baca bagaimana cara mendaftarnya berikut juga requirementnya. Disitu juga ada langkah langkah apa saja yang harus dilalui sebelum akhhirnya dinayatakan diterima atau ditolak. Dimana kita bisa tahu info itu? sure di website kampus nya dunks. Pertama kita masuk dulu ke laman kampus tujuan. Setelah itu kita cari program studi yang diminati. Nah kalo udah sreg, liat icon atau tulisan “apply now” atau “apply”. Baisanya ada dibawah atau dipinggir sebelah kanan dari laman yang kita buka. Pastikan kita membaca informasi yang benar ya. Dalam artian, proses pendaftaran dan requirement yang dimaksud emang untuk international students buka domestic students. Jika masih bingung, cari bagian international office kampus yang dimaksud. Lalu ajukan pertanyaan. Baik, pada tahap mendaftar ke kampus, ada beberapa proses seleksi. Pertama, seleksi dokumen saja. Yang kedua, seleksi dokumen dan interview. Interviewnya bisa lewat skype. Jika kita concern pada biaya pendaftaran, bisa pilih kampus yang pendaftarannya GRATIS. Dimana taunya info ini? info ini biasanya ada di bagian persyaratan “Rerquirement” atau di langkah langkah pendaftaran di laman program studi yang kita buka tadi. FYI, besaran biaya pendaftaran atau handling fee/payment fee berbeda tiap univ dan negara. Di Belanda sendiri berkisar 75 Euro sampe 100 euro. Di USA sekitar 50 USD. Di UK, gratis. Silahkan searching aja untuk memastikan ...:J Nah berikut adalah dokumen yang diperlukan ketika mendaftar ke kampus tujuan
Semoga bermanfaat .......................... J Seiring dengan semakin banyaknya pertanyaan seputar cara mendapatkan LoA, kali ini saya ingin berbagi cerita tentang gimana sih sebenarnya biar dapet unconditional LoA atau Letter of Acceptance. Banyak juga yang bertanya gimana caranya mendapatkan unconditional LoA, apa bedanya conditional offer dan unconditional LoA, dan lain sebagainya.
Perlu diingat kembali ya, kalo ada dua jenis Letter of Acceptance. Yang pertama itu yang conditional atau bersyarat, sedangkan yang kedua yang adalah yang unconditional. Nah, yang mana yang legal dan diakui? Dua duanya diakui dan legal kug, keduanya diterbitkan oleh kampus dan pasti pake stamp. So don’t worry. Tapi fungsinya akan berbeda, terutama jika bermaksud untuk mendaftar Beasiswa seperti LPDP. Disana adalah salah satu syarat yang berbunyi “melampirkan unconditional LoA”. Jika kita sudah mempunyai LoA unconditional, maka kita tidak perlu lagi melampirkan sertifikat TOEFL/IELTS. Untuk conditional LoA, biasanya akan kita dapat jika sudah dewan penguji / reviewer kampus tujuan sudah menyatakan bahwa kita layak, baik dengan syarat atau tanpa syarat. Pada tahap ini tentu kita sudah melakukan pendaftaran dulu dunks ke kampus tujuan. Setalah sabar menunggu, lalu kita dapat deh surat keterangan diterima. Nah surat keterangan diterima ini sebenarnya sudah bisa kita pake untuk mendaftar beasiswa, meski, misalnya, masih conditional offer atau conditional LoA. Biasanya, kampus emang tidak langsung menerbitkan unconditional LoA. Nah, kapan kita bisa mendapatkan unconditional LoA? Untuk menjawab ini, kita perlu tahu isi surat keterangan yang kita dapatkan dari kampus, surat keterangan diterima yang tadi disebutkan. Jika bentuknya adalah conditional offer, pada umunya meraka menerangkan bahwa mereka menawarkan kita posisi di jurusan yang kita minati dengan syarat bla bla..... Kita perlu baca dengan teliti nih apa syaratnya. Biasanya, pada kasus saya dulu, letter offer dari beberapa kampus menerima saya dengan syarat saya harus memenuhi kriteria IELTS minimal yang mereka syaratkan. Jadi kalo begini, kita secara akdemik sebenarnya udah diterima akan tetapi kemampuan bahasa kita masih meragukan. Jadi mereka minta kita, agar nanti gak gagal ketika mengikuti perkuliahan, melengkapi English requirement. Kasus yang kedua yang pernah saya alami adalah diterima bersyarat, conditional LoA, diamana syarat agar unconditional LoA saya bisa diterbitkan adalah dengan mengirimkan hardcopy Legalisir Ijazah, Transcript, dan Sertifikat TOEFL/IELTS. Karena bahasanya harus mengirimkan hardcopy, itu artinya secara akademik dan bahasa sudah tidak ada masalah dan layak kuliah. Dengan demikian, jika hardcopy sudah diterima oleh pihak kampus, maka kita akan mendapatkan surat unconditional LoA via email dan atau post. Nah bagi temen temen yang sedang berburu LoA unconditional, penerbitan surat ini biasanya sekitar 4 sampai 8 minggu sejak dokument kita diterima. Bisa juga lebih cepat. Tergantung pihak kampus dan yang ngurusin. Unconditonal LoA selain sebagai salah satu syarat pendaftaran di LPDP yang dapat menggantikan persyaratan lainnya, dalam hal ini TOEFL/IELTS dan IPK, surat ini juga menjadi salah satu syarat penerbitan VISA bagi student. Nah jika kita ingin segera berangkat, pastikan LoA unconditional kita udah siap dan segera urus visa. Good luck scholarship hunters!!!! Time goes rapidly. Relationship gets closer. More friends and experiences are achieved significantly after the first three weeks. Unconsciously, we phase already the first quarter of the program. It triggers us to know one another more intensively. Not to mention, sharing the personality and habits are discussed within our interaction. We feel as if we were a family.
In the second week rudimentary, we did the selection to lead us-so called as ”pak lurah and bu lurah”. It was at Monday night where we assembled for the first time to introduce and do a part of democracy-choosing the leader. From 60 expected students, there were solely 55 of them attending the forum. Hence, the four best candidates came up after a though voting in the first round. For the only one leader, the election was held again to re-vote. There would be only one leader representing boys and one for girls. To make it unique and memorable, we did a slightly unusual vote. The four candidates were subjected to stand to different side of the members. We were sitting in circle actually, afterwards, those persons were asked to face to the northern side. After all, they are not allowed to turn their face no matter happened. On the other hand, those who intended to vote could merely stand behind them. The more participants stood behind the candidate, the better the vote would be. It meant that he would be the winner of this mini-democracy like candidacy whenever more people were there right behind him. At least we practiced a democratic article to uphold the right to vote and be voted (laugh). In the end of the world, the leader was eventually elected. It was Dirga Maulana and Fitriasari N Y who were given the liability to serve as our father and mother. More importantly, both of them would play a salient role in ruling the non-classroom activity mainly-but not limited to minor academic activity, and social relationship to create harmony among us as well. Chayyo and ganbatte! Ku tuliskan mimpiku
Kuliah ke luar negeri Mengubah nasib Mencari peraduan Demi ilmu pengetahuan yang Q gengam Keterbatasan dan perbedaan Bukan lagi sebuah alasan Selagi keinginan dan kegigihan Masih menyatu dalam hati dan sanubari Mengusung cita-cita suci Untuk bumi Pertiwi Kini Q akan terbang Bersama mimpiku Bersama LPDP, sebagai penopang kemajuan Indonesia Menciptakan perubahan yang nyata Sebagai realisasi amanah Negara Tempat Q menaruh Asa dan Cita Kini Q akan terbang Bersama mimpiku Melintasi samudra, mengarungi langit angkasa Menuju EROPA demi kesempurnaan ilmu Untuk menguatkan integritas dan profesionalisme Agar kelak Aku dapat mengabdi pada bangsa, Bangsa Indonesia Agar Aku dapat memberikan pelayanan maksimal Wujudkan Indonesia Emas Kilau Indonesia, Cita Kita ………………………………………………………………………………………………………………………………….. Setelah gagal lolos beasiswa LPDP di tahun 2013, tidak lolos wawancara. Saya kembali mencoba keberuntungan di beasiswa yang sama di tahun 2014. Pengalaman HANYA lolos sampai tahap wawancara tidak ingin terulang lagi kali ini. Saat itu, saya rasa alasan saya tidak lolos adalah masalah admisitrasi saja. Dokumen saya belum sepenuhnya memenuhi kriteria yang ditetapkan LPDP. Nah setelah mempersiapkan selama kurang lebih 8 bulan, saya kembali mendaftar di bulan Mei 2014 untuk program Master Luar Negeri. Negara yang saya pilih adalah Belanda, dengan kampus tujuan Radboud University Nijmegen. Saya berencana mengambil program MA Linguistics. Jika tahun lalu ketika saya mendaftar hingga interview saya hanya membawa Letter of Offer dengan condition di IELTS, kali ini juga tidak jauh berbeda. Semua dokumen sudah saya penuhi dan saya juga sudah mendapatkan Conditional Letter of Acceptance dari Radboud University Nijmegen. Namun bedanya, kali ini yang menjadi condition adalah Legalized copy of Bachelor Certificate and transcript (legalisir ijaxah S1 dan Transkip Nilai), dan Certified Copy of Toefl/ILTS/iBT. Itu artinya saya sudah tidak perlu bingung dengan nilai bahasa Inggris seperti tahun sebelumnya. Saya hanya butuh untuk mengirimkan dokumen yang diminta tersebut ke kampus karena nilai bahasa Inggris saya sudah cukup untuk diterima dikampus yang saya tuju. Akhirnya saya mendaftar ke LPDP di bulan Mei 2014, dengan pilihan kota Surabaya, seandainya lolos hingga tahap waancara. Selang dua minggu kemudian, saya mendapatkan pemberitahuan bahwa saya lolos seleksi dokumen dan berhak untuk mengikuti seleksi wawancara dan LGD (Leaderless Group Discussion) di Kampus C UNAIR Surabya. FYI: sejak 2014, LPDP memiliki skema baru dalam proses seleksi beasiswa. Selain wawancara, ada yang namanya LGD, disini kita diminta untuk mendiskusikan sebuah topik yang diberikan oleh tim penguji (yang terdiri dari 3 orang Psikolog) untuk kemudian bersama-sama mencari solusi terbaik memecahkan sebuah permasalahan. Tidak ada ketua yang akan mempin diskusi. Semunaya punya hak yang sama. Jadi disini kita dilatih untuk menjadi pemimipin dan dipimpin serta potensi kita untuk bisa menghargai orang lain dalam menyatakan pendapat. Bukan berdebat ataupun mencari kelemahan, tetapi mencari solusi bersama terhadap permasalahan yang ada. Saya mendapatkan giliran wawancara di hari, pertama setelah istirahat siang. Saya masuk ke ruang interview dengan membawa berkas-berkas yang saya kumpulkan onlen via LDPD dan printed version dari salah satu tulisan saya " Treating Disclaimer ......"yang diterbitkan di Journal Internasional, language, Discourse and Society. Sehari sebelumnya, saya latihan wawancara di dalam kamar, di depan cermin. Saya juga membuat list pertanyaan yang sekiranya akan ditanyakan. Berbekal pengalaman gagal di tahun 2013, saya sedikit banyak mengerti bagaimana mengantisipasi pertanyaan dari para interviewer. Seperti biasa, saya mengucapkan salam ketika masuk ruang interview, kemudian minta ijin untuk duduk ditempat yang disediakan. Interviewer terdiri dari 3 orang, satu seorang Psikolog, dan dua lainnya adalah akademisi. Ibu Psikolog tersebut mempersilahkan saya untuk memperkenalkan diri. Kemudian saya perkenalkan diri saya, mulai dari nama, pekerjaan, orang tua, keluarga, dan kegiatan di masyarakat. Saat itu saya mengatakan bahwa saya berasal dari pelosok Bangkalan dengan askes pendidikan yang minim, dan saya berasa beruntung bisa kuliah di malang, dan lebih beruntung lagi karena bisa memiliki kesempatan bertemu dengan orang-orang hebat para interviewer dan calon penerima beasisawa LPDP,pemimpin masa depan. Bagi saya, mereka adalah orang-orang hebat. Saya juga menceritakan background keluarga saya yang hanya seorang TKI di negeri Jiran dengan modal nekat karena kedua orang tua saya tidak bisa membaca dan menulis. Saya menceritakan keadaan saya dan adik-adik saya yang ditinggal merantau orang tua, dan pengalmana saya tinggal di pesantren sejak sekolah menegah pertama. Kemudian saya juga menceritakan aktifitas saya akhir-akhir ini yang berkecimpung di dunia pendidikan. Setelah itu, saya ditanya oleh interviewer yang lain seputar minat studi saya. Beliau bertanya dimana saya akan kuliah, mengapa saya memilih dikampus tersebut, mengapa saya memilih Negara tersebut, dari mana kampus asal saya. Beliau juga menanyakan linearitas jurusan yang saya ambil. Dan Alhamdulillah saya bisa menjelaskannya dengan cukup baik. Sesekali ibu yang bertanya tersebut melihat dokumen yang saya submit di laptopnya, “Hmmmmm, score Toeflnya tinggi ya”, saya hanya tersenyum dan mengucapkan terimaksih. “Score saya pas-pas an bu”. Kemudian ibu itu membaca prestasi saya, lalu bertanya tentang program short course dari Kemenag yang saya ikuti tahun 2013 akhir, Program Pembibitan Alumni PTAI. Saya menjelaskan dengan detail program ini. Rupanya ibu tersebut pernah mendengar dan tahu program ini. Beliau pun berkomentar “okay, kamu bagus”. Kemudian menanyakan rencana riset yang akan saya ambil. Saya menjelaskan seperti yang saya tulis di essay yang saya kumpulkan, tentang Bahasa dan Media. Saya ingin meneliti penggunaan bahasa daerah dalam berkomunikasi di dunia maya. Setelah dua penanya tersebut, giliran penanya terakhir bertanya kommitemen saya pada Indonesia. “Apakah anda akan kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan studi?”. Dengan tegas saya mengatakan IYA, saya ingin membangun bangsa. Kemudian beliau melanjutkan dengan menanyakan kontribusi (lebih dekat ke profesi seh) bidang saya ambil. “Setelah pulang mau jadi apa?” saya menjawab, bidang saya adalah lingusitik, jadi setelah pulang saya ingin berkiprah dibidang penelitian bahasa, terutama bahasa local unutk menghindari bahasa daerah dari kepunahan, dan atau ke bidang pendidikan dengan menjadi pengajar di Universitas. Saya menyebutkan gap bidang studi saya yang masih sangat dibutuhkan di universitas karena masih minimnya pengajar dengan kualifikasi Lingusitik (dikampus tujuan setelah pulang, red). Selanjutnya beliau bertanya “Bagaimana nanti jika anda ditawarin pekerjaan, atau kepincut dengan orang sana?”. Saya tersenyum dan menjawab bahwa saya akan kembali ke Indonesia karena saya kuliah dengan uang rakyat Indonesia. Tampaknya interview saya berjalan cukup singkat. Seketika itu, ibu Psikolog meminta saya untuk menyimpulkan mengapa saya layak menerima beasiswa ini. Saya menjawabnya dengan agak bingung, kenapa ibu ini bertanya demikian, apakah sudah bosan dengan saya atau saya sudah dianggap cukup. Interview waktu itu baru sekitar 20 menit. Saya kemudian menjawabnya mengapa saya layak; mulai dari aspek kesiapan akademik, social, dan kematangan ledearship. Di akhir, ibu tersebut memberikan saran “Kamu itu punya potensi mas, tau gak apa?. Kamu itu punya nilai survive yang bagus, seharusnya kamu bisa mengeksplore itu”. Saya kemudian mengucapkan terimakasih atas saran beliau. Interview pun berakhir. Saya kemudian bergegas pulang kerumah. Hummm, jarak dari rumah ke UNAIR sekitar 70 KM. Saya mengedarai sepeda motor untuk menghemat waktu. Oiya, di hari itu saya minta restu dan doa ortu, my mom. Kemudian sebelum sampai di UNAIR, saya sempatkan untuk mampir di mushalla pom bensin dekat unair. Seperti biasa, karena saya percaya bahwa ada faktor X ikut menigintervensi usaha saya. I am not alone, So saya memohon (sedikit minta sangat) padaNya. Saya shalat 6 rakaat dan membaca beberapa surat dari Juz 21, 27,dan 29. kemudian saya langsung menuju UNAIR. Esok harinya saya kembali ke UNAIR untuk mengikuti seleksi LGD. Saya mendapatkan giliran kedua bersama dengan 5 orang lain lainya. Kami menajdi satu kelompok nantinya. Setelah kami masuk, seorang pemandu sekaligus penguji di ruang tersebut memberikan instruksi terkait tugas kita selama LGD. Kami pun disgughi selembar kertas berisi artikel. Kami diminta membacanya dan kemudian mendiskusikannya. Setelah diberikan instruksi, kami pun dibebaskan untuk mendesign model diskusi yang akan kami laksanakan. Penguji yang terdiri dari 3 orang tersebut hanya mengawasi jalannnya diskusi. Setelah kurang lebih 60 detik membaca, salah satu dari kami ada yang mengawali diskusi dengan memberikan pendapatnya tentang artikel dan kemudian menawarkan diri untuk menjadi moderator dan notulen dalam diskusi tersebut. Selanjutnya kami berdiskusi. Topik kami waktu itu adalah pendidikan; aktualisasi teori dan praktek. Kurang lebih adalah memberikan jalan keluar bagi permasalahan kurikulum pendidikan yang mengandalkan terori dan praktek; apakah akan ditambah kuantitas teroritis di kelas agar siswanya memiliki pengetahuan yang kuat, atau lebih banyak praktek agar ilmunya lebih aplikatif, atau ada solusi lain. Saat itu kami diberi waktu maksimal 15 menit dan harus mendapatkan sebuah solusi. Masing-masing dari kami menyatakan pendapat sesuai sudut pandang bidang yang kami geluti. Ada yang melihatnya dari kacamata pendidikan, ekonomi, psikologi, dan lain-lain. Setelah 15 menit berjalan, diskusi pun selesai. ……………………………………………………………………… Tips Wawancara Beasiswa LPDP Untuk teman-teman yang akan mengikuti wawancara beasiswa, khususnya LPDP, barangkali beberapa tips berikut bisa bermanfaat; 1. Pastikan anda mengetahui lokasi interview 2. Ada baikny anda sarapan dulu sebelum interview 3. Ketika interview, usahakan tenang dan jawab denga sejujur-jujurnya, jangan mengada-ngada 4. Untuk LPDP, LoA tidak wajib ada ketika interview, karena awardee akan diberikan waktu setelah dinyatakan diterima untuk mendapatkan LOA. Soa gak usah nunggu LoA gpp 5. Deskripsikan hal-hal yang menajdi nilai plus bagi anda, seperti kelebihan kita, prestasi (tapi jangan terlihat sombong) pengalaman yang inspiring, keterlibatan di masyrakat dan perannya. Hal itu akan menjadi poin penilaian terutama bagi interviewer Psikolog 6. Ada baiknya latihan dulu sebelum interview 7. Buatlah list pertanyaan yang sekiraya akan ditanyakan ketika interview; Akademik, keluarga, Organisasi, Prestasi, Riset, Kontribusi setelah Lulus, dll 8. Tunjukkan bahwa anda punya integtritas, punya potensi leadership. Demikian pengalaman saya mengikuti interview dan LGD. Alhamdulillah saat ini saya menjadi salah satu awardee LPDP_PK15 dan akan melanjutkan studi Magister ke Radboud University Nijmegen, Belanda, pada Oktober 2014. Mohon doa nya ya. Beasiswa LPDP tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang membutuhkan bantuan studi, tapi bagi mereka yang memiliki kesiapan secara akademik, mental, dan keinginan kuat untuk memajukan bangsa Indonesia. Krologi perjuangan meraih beasiswa LPDP saya tulis disini Perjuangan Hunting Beasiswa Setelah sekian kali mendaftar beasiswa luar negeri untuk program studi magister dan shourt course, tak satupun yang berhasil lolos dari cengkraman seleksi administrasi. Sejak jaman kuliah S1 dulu, saya rajin mendaftar. Tapi tak ada satupun yang tembus interview. Setelah lulus pun saya masih mendaftar. Nasibnya sama. Saya hanya mengisi daftar orang-orang dengan spesialisasi mendaftar beasiswa.
Hingga akhirnya di pertengahan tahun 2013, sekitar 7 bulan sejak saya lulus, dengan puluhan aplikasi yang gagal di administrasi, saya mendapatkan kesempatan mencicipi atmosfer interview beasiswa luar negeri. Program yang saya ikuti adalah Beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) dibawah kementrian Keuangan, Pendidikan,dan Agama. Waktu itu adalah bulan Mei 2013 ketika saya mendaftar beasiswa LPDP. Tepat setelah 2-3 minggu submit dokumen, pengumuman kelulusan seleksi administrasi terpampang di laman LPDP (www.lpdp.depkeu.go.id). Kemudian saya mengunduh file pengumuman tersebut untuk mencari nama saya. Dan benar, Alhamdulillah nama saya terdaftar sebagai calon peserta seleksi wawancara LPDP. Pada saat itu, lokasi wawancara hanya berpusat di beberapa kota saja; Jakarta, Yogjakarta, Makassar, dan Medan (kalau saya tidak salah). Saya memilih Jakarta sebagai pelabuhan peraduan nasib. Saat itu yang terlintas ketika memilih Jakarta adalah keingintahuan saya pada kota Jakarta, ibu kota Indonesia yang terkenal itu. Dengan asumsi, biaya transportasi sepenuhnya ditanggung LPDP sebagaimana cerita teman saya yang menerima beasiswa dari Fulbright. Namun ternyata itu hanya asumsi saya belaka. Skema beasiswa LPDP berbeda. Dana transportasi dan akomodasi sepenuhnya ditanggung peserta. Seketika itu juga saya merasa menyesal yang amat mendalam, karena harus merogok gocek lebih dalam lagi untuk baiya keberangkatan saya ke Jakarta dan selama saya disana (waktu itu jadwalnya dua hari, selasa dan rabu). Seandainya saya memilih Yogjakarta, pasti saya bisa lebih menghemat. Tempat tinggal bisa numpang teman dulu. Kebetulan ada senior kuliah di UGM. Namun demi mimpi, dan saya juga mengerti pasti peta persaingan di Jakarta akan lebih berat, saya memaksakan diri ke Jakarta. Di Jakarta saya nebeng di teman yang mendapatkan beasiswa S1 di Paramadina. Saya kenal dia waktu PKLI di Sidoarjo awal tahun 2012. Beruntunglah saya mendapatkan penginapan selama di Jakarta. Huuu.,.,. tentang kota Jakarta, kota ini padat sekali. Kota hidup, tak pernah mati, tak pernah sepi dari antrian kendaraan yang lalu lalang. Selasa pagi, hari pertama pembukaan interview LPDP, saya bersiap2 dari Mampang menuju kantor LPDP yang berada di Jakarta Pusat. Pukul 05.00 pagi saya sudah keluar menuju jalan utama di Mampang, tepat di depan gedung Blue Bird Mampang. Betapa terkejutnya saya melihat lautan kendaraan padahal masih pagi banget. Akhirnya saya memutuskan untuk naik ojek ke Jakarta pusat menuju kantor LPDP karena takut terlambat. Setelah tawar menawar dengan tukang ojek, 25 ribu menjadi harga yang kami sepakati. Lumayan lah. Makan sayur dengan lauk tahu tempe aja harus bayar 15rb kan!!. Pukul 07.00 pagi saya tiba di lokasi. Kantor LPDP tampak sepi. Saya masuk dan duduk di ruang tunggu. Sembari menunggu, saya melihat-lihat kantor LPDP yang berada di dalam area kantor Kemenkeu. Melihat koleksi uang-uang kuno dan arsip-arsip sejarah keuangan Indonesia. Sayapun menyempatkan ke kamar mandi dan berwudlu. Kemudian diam di mushalla yang berada di lantai 1. Jam 8 masih sejam lagi. Masih cukup lama untuk menunggu. Belum lagi kalau diundur dari jadwal yang telah ditetapkan, bisa jadi pukul 9 baru dimulai kan. Jadi saya sempatkan untuk shalat Dhuha dulu 6 rakaat. Selang beberapa menit, ada calon peserta juga yang mulai berdatangan. Beberapa dari meraka ada yang duduk di ruang tunggu dan saling mengobrol, ada juga yang ke mushalla untuk shalat. Ahhirnya di mushalla itu ada 3 orang termasuk saya. Saya baca Al Quran sebentar; surah Waqiah, Ar Rahman, As Sajadah dan Al Mulk. Kemudian saya bergabung dengan beberapa calon peserta yang mulai memadati ruang tunggu. Sekitar pukul 9 (benar dugaan saya, molor) kami dipersilahkan untuk menuju lantai dua, mengikuti pembukaan. Setelah pembukaan usai, saya dan teman-teman dipersilahkan melihat jadwal interview masing-masing. Waktu itu saya kebagian hari rabu, esok harinya. Tetapi karena saya ingin cepat kembali ke Malang, saya mencoba menego dengan panitia. Panitia hanya menyarankan untuk menunggu, berharap ada peserta yang tidak hadir atau cepat proses interviewnya sehingga jadwal saya bisa maju. Saya pun menunggu hingga sore. Sekitar pukul 5 sore, akhrinya saya bisa interview di hari itu juga, saya dipersilahkan untuk masuk kedalam ruangan. Sebelum interview, saya sempatkan untuk bertanya pada teman yang sudah masuk sebelum saya, saya juga rajin mendengarkan cerita mereka setelah keluar dari ruang interview. Saya masuk ke ruangan ber AC, dengan meja Bundar, dan 3 Interviewer yang duduk tegap lengkap dengan dokumen saya yang mereka review serta laptop di depannya yang sepertinya digunakan untuk mencocokkan data. Terdapat tiga orang pewawancara di ruangan tersebut, seorang wanita dengan kerudung biru dan kacamata; beliau adalah Psikolog, dan dua orang lelaki usia 45 tahunan yang merupakan pakar pendidikan. Saya ingat waktu itu beliau masing-masing berasal dari UI, UNHAS, dan UPI. Saya masuk dengan mengucapkan salam, kemudian saya duduk menghadap para interviewers, tepat di tengah-tengahnya. Pertanyaan pertama yang diajukan oleh pewawancara dari UI, seorang Psikolog “Siapa namanya mas?, ayo perkenalkan diri anda”. Saya pun memperkenalkan diri saya, latar belakang keluarga, pendidikan, dan aktifitas sehari-hari. Selanjutnya pertanyaan bertubi-tubi datang dari ketiga interviewer tersebut saling bergantian. Ini adalah pertamakalinya saya interview, pertamakalinya lolos interview beasiswa. Saya benar-benar canggung. Banyak kritikan dan saran serta pertanyaan yang tidak bisa saya jawab dengan baik. Beberapa pertanyaan yang kala itu menyudutkan saya dan diluar dugaan adalah “Loe, kamu kug dafar di kampus X (sengaja tidak saya sebutkan), ini kampus kan sedang turun daun (padahal waktu itu kampus ini masuk dalam list LPDP), gak popular. Ya sangat mudah untuk mendapatkan Offer dari kampus seperti ini. Kug gak milih di UK ato USA aja” “Toefl nya kug Cuma segini mas, minimal 550 dunks kalo ingin kelaur negeri, gak bisa ini” spontan saya bingun menjawab ketika statementnya menyatakan kampus saya tidak popular dan kampus nomor 3. Waktu itu saya hanya menjawab bahwa banyak perofesor dan penelitian disanan bagus sehingga banyak mahasiswa internasional yang belajar disana. Untuk TOEFL, saya juga tidak tahu mengapa kahirnya bisa lolos ke tahap interview, padahal di persyartan emang uda jelas 550. Score saya kurang beberapa angka. Tapi ya sudahlah….Kemudian bapak itu langung menghujani saya dengan pernyataann2 yang menjatuhkan mental, huuuu.,., waktu itu saya memang kurang siap sepertinya,,, mengatakan kampus saya kampus abal-abal gak jelas jadi bingung jawabnya. Selanjutnya ada yang menanyakan “Siapa aja ahli Linguistik Indonesia yang anda kenal”. Saya jawab beberapa orang yang saya kenal, tetapi tidak lebih dari 5, hummm minim sekali ya. “Bagaimana anda bisa mencintai Indonesia kalau hanya itu yang anda kenal” “Apa tidak ada Linguist di Indonesia ……. dan seterusnya.” Meski akhrinya saya tidak lolos wawancara saat itu, saya ingin berbagi pengalaman. Okay deh saya simpulkan beberapa pertanyaan yang saya dapat waktu itu. Secara garis besar ada 4: 1. Tentang pribadi kita dan keluarga 2. Tentang akademik dan riset kita 3. Tentang kontribusi bidang keilmuan kita bagi Indonesia 4. Tentang nasionalisme dan keindonesiaan Secara lebih detail kurang lebih seperti berikut: a. Perkenalkan diri anda b. Deskripsikan latar belakang anda, keluarga, dan aktifitas baik dalam profesi maupun masyrakat c. Berikan alasan kemana anda akan studi, dikampus apa, jurusan apa (kenapa memlilih kampus dan jurusan X, jika linear mungkin lebih mudah) d. Seberapa besar kemungkinan anda akan sukses di perguruan tinggi yang anda pilih e. Apa tantangan terbesar yang akan anda hadapi ketika belajar di luar negeri f. Apakah anda siap dengan model pembelajaran luar negeri g. Berikan dan jelaskan kekurangan dan kelebihan anda (ne orang psikolog yang nanya, hum dilematis banget seh) h. Jelaskan kontribusi bidang studi yang anda ambil bagi masyarakat Indonesia, bagi ilmun pengetahuan di Indonesia, dan kemjajuan negeri ini. i. Apakah anda akan kembali ke Indonesia setelah selesai kuliah, bagaimana jika ada yang menawarkan pekerjaan disana, di luar negeri, dengan gaji yang tinggi, bagaimana jika kepincut orang bule disana (ne bagi yang belum nikah si pertanyaannya, karena saya belum nikah hee) So guys,,,, demikian cerita saya kali ini. Bagi saya pengalaman interview tersebut sangat berharga. Saya banyak belajar dari pengalaman ini, meski saya tidak lolos interview LPDP tahun itu, Alhamdulillah saya bisa lolos di periode berikutnya. Saya bergabung di PK15, PK paling berkilau "Kilau Indonesi, Cita Kita". Pengalaman Interview dan LGD pada seleksi LPDP berikutnya saya tulis di Pengalaman Interview dan LGD LPDP. Pengalaman Gagal hingga akhirnya Lolos LPDP untuk studi di Radboud University Nijmegen saya bagi di My Map, My Journey, My Dream Pengalaman adalah Guru Terhebat #3. Beasiswa_BelandaGO
.................................... Seminggu setelah wawancara, saya mendapatkan pengumuman kelulusan. Alhamdulillah saya lulus ke Jakarta untuk mengikuti Progam Pembibitan Alumni PTAI di UIN Jakarta pada tanggal 22 Oktober-31 Desember 2013. Saya akhirnya ke Jakarta pada tanggal 21 dengan moda transportasi Bus. Setelah kurang lebih dua bulan mengikuti pelatihan TOEFL dan Riset di Jakarta, kami kahirnya pulang ke kampunng halaman masing-masing. Kontrak beasiswa sudah habis. Namun sebelum kami dilepas, Kepala Diktis saat itu menjanjikn kami dengan beasiswa bagi meraka yang sudah memenuhi persyaratan dokumen. Yang ITP nya diatas 550 akan diberikan rekomendasi langsung ke LPDP. Saya termasuk yang memenuhi persyaratan LPDP. Saya pun sangat gembira sekali mendengar kabar ini. Oiya, di sela-sela saya mengikuti program ini, tepatnya bulan november, saya mendapatkan email dari panitia beasiswa AAS, kalo saya belum diterima dan silahkan mendaftar lagi tahun depan. Email yang sama juga saya dapatkan dari Aminef dan NZAS yang juga menyatakan bahwa saya belum diterima dan dipersilahkan untuk mendaftar lagi tahun depan. Setelah sampai dirumah. Saya menyiapkan dokumen dan mengirimnya ke Jakarta untuk kemudian direkomendasikan ke LPDP. Setelah seminggu dua minggu tidak ada balesan dari Jakarta. Saya pun kembali resah. Akhirnya saya menelfon pihak yang akan mengakomodir jalur tersebut. Hum, rupanya jawabannya tidak memuaskan bagi saya. Saya terpaksa harus mendaftar dan berjuang lagi sendiri karena ternyata tidak ada dokumen yang masuk ke Jakarta selain punya saya. Jadi tidak bisa di proses. Saya pun pada akhir Januari 2014 mendaftar secara lewat jalur reguler ke LPDP. Namun naasnya, saya tidak bisa log in ataupun membuat akun baru. ID saya masih terdeteksi sebagai pendaftar yang gagal di wawancara periode sebelumnya. Dan dengan kebijakan waktu itu, saya harus menunggu hingga bulan Mei 2014 untuk bisa mendaftar. Bertambah derita mimpi saya. Padahal, saya sudah membuat planning, January 2014 saya daftar LPDP, February interview dan syukur lolos. Bulan April saya sudah harus kuliah ke luar negeri. Tapi Tuhan membuat jalan lain, jalur yang berbeda. Yaaah, ketabahan dan komitmen saya kembali di uji (Alhamdulillah masih kuat). Bulan February 2014, dengan sudah pasti tidak bisa daftar LPDP, akhirnya saya mendaftar ke salah satu kampus di Belanda untuk mendapatkan LoA. Saya buka websitenya, baca persyaratannya, kemudian saya kontak International Office. Akhirnya saya dipandu untuk mendaftar. Setelah mendaftar dan membayar uang pendaftaran €75, saya menunggu pengumuman dari universitas. Universitas yang saya pilih adalah Radboud University Nijmegen di Belanda. Sembari menunggu, saya pun mulai kembali menata mimpi. Saya, untuk kesekian kalinya, mendaftar beasiswa Fulbright untuk program Magister dan FLTA dengan deadline 15 April 2014. Saya melengkapi persyaratannya, mencari rekomendasi, dan membuat Personal Statement/Study Objective sebagai salah satu sarat kelengkapan dokumen. Saya juga tidak kapok dan mendaftar lagi New Zealand Asian Scholarship, sebuah peluang beasiswa bagi masyarakat ASIA dari pemerintah New Zealand untuk menempuh pendidikan magister dan doktor. Saya juga mencoba ICCR dari India dan beasiswa dari Belgia. Namun terlambat. Entah sudah berapa aplikasi dan rekomendasi yang saya kirim untuk daftar beasiswa. Ada banyak sekali slip pembayaran TIKI dan POS Indonesia di rak saya menghiasi perjalanan mimpi saya untuk kuliah ke luar negeri. Karena jarak pengumuman kelulusan yang lama dari due date pengumpulan dokumen, akhirnya saya kembali ke kampung halaman. Saya mengisi eskul Bahasa Inggris di MAN Bangkalan dan membuka tempat belajar bahasa Inggris di Bangkalan untuk tingkatan SMP,SMA sederajat dan Umum. Yah itung-itung mengisi waktu luang. Saya sangat malu sekali dengan status saya yang belum jelas dan seperti tanpa arah, tak tahu harus kemana dan bagaimana. Bulan Mei 2014, saya kembali mendaftar LPDP dan Alhamdulillah sudah bisa dengan bantuan admin LPDP. Juni 2014, saya dinyatakn lolos seleksi berkas dan berhak mengikuti seleksi Wawancara dan LGD LPDP di kampus C UNAIR Surabaya, tepatnya pada tanggal 13-14 Juni 2014. Pada tanggal 21 Juni saya mendapatkan email dari Aminef dan diundang ke Jakarta untuk mengikuti interview FLTA. Jika saya bersedia, tiket pesawat PP akan di biayai Aminef. Saya senang sekali dan mengatakan “Iya, saya bersedia. Terimakasih”. Tuhan kali ini benar-benar melimpahkan rahmatnya. Email dari Aminef saya dapat sekitar pukul 02.00 siang. Pada malam harinya, sekitar pukul 18.30, saya mendapatkan kiriman pesan via WA dari teman saya di Jogja bahawa saya Lolos LPDP. Namanya Fitria Sari Yunianti. (Saya memanggilnya mabk fit, seorang ibu lurah di PP_PTAI 2013 yang sangat bijak dan dermawan, sangat perhatian pada rakyatnya. Beliau pernah riset di Turki, dan akan melanjutkan PhD di Leiden University) Saya agak kurang yakin karena seharunsya pengumumannya dua hari lagi. Kemudian teman saya menanyakan nama lengkap saya dan kampus tujuan, dia mau ngecek. Setelah di cek, dia bilang lagi kakau saya lulus dan minta saya cek sendiri kalo masih belum yakin. Saya mengiyakan. Tapi karena waktu itu saya masih di masjid mengikuti pengajian Isra’ Mi’raj, saya tidak bisa menkofirmasi kabar tersebut secara langsung. Pukul 20.00 acara selesai, saya langsung bergegas pulang kerumah dan membuka HP samsung S4 super copy. Saya buka website LPDP dan betul ada pengumuman hasil seleksi wawancara Surabaya. Saya mengunduh file tersebut dan kemudian membukanya dengan hati-hati, sembari menscroll, mencari nama dengan inisial I. saya susuri setiap abjat dari sekian nama, hingga akhirnya sampai pada kumpulan nama dengan awalan huruf I. Tangan kiri saya memegang handphone dengan sedikit gemetar, telunjuk tangan kanan yang juga bergoyang2 dengan sendirinya, saya gunakan untuk memperhatikan setiap nama dengan seksama. Dan Alhamdulillah, nama saya tertera dalam SK Kelulusan LPDP tersebut dengan kampus tujuan Radboud University Nijmegen Belanda. Saya langsung sujud syukur. Mengucapkan banyak tahmid. Kemudian saya membeitahu kabar baik ini kepada ortunya saya yang kebetulan mencari nafkah sebagai TKI di Malaysia. Ketika saya bilang kalo saya lulus, ibu saya menangis, mungkin karena senang atau mungkin takut ditinggal ya heee.,., entahlah yang pasti beliau bahagia tampaknya. Kemudian, saya mendapatkan jadwal PK 15, bersama dengan orang-orang hebat lainnya. Saya harus berterimaksih banyak kepada rekan-rekan PK15 yang dengan sabar mencari saya untuk dimasukkan di group Line. Yah karena saya yang gaptek, akhirnya menjadi orang terakhir yang bergabung, gak ngerti gimana caranya pake line hiks…. Kata rekan saya, sangat susah mencari saya di dunia maya karena nama saya yang hanya satu kata. Termaksih banyak ya teman-teman PK 15. Tanggal 17-23 Agustus saya mengikuti PK LPDP di Wisma Hijau Depok. Alhamdulillah semuanya lolos. Teman2 langsung tancap gas menuju Negara tujaun masing-masing. Namun karena visa saya belum jadi, masih proses mendaftar, jadi saya harus menunggu. Akhrinya saya memutuskan untuk tinggal di Jakarta untuk beberapa waktu. Syukur ada teman saya, seorang penulis dan peneliti muda di Forum Studi Media, Dirga Maulana yang mau menampung sekaligus menemani saya menjelajahi kota Jakarta dan mengurusi dokumen di kedutaan Belanda. Saya seharusnya mulai kuliah pada tanggal 1 September 2014. Tetapi MVV baru jadi tanggal 8 September MVV saya keluar. Saya sudah berencana memesan tiket. Pukul 2 siang saya dapat email dari Profesor di univ yang isinya menyarankan saya agar mengambil perkuliahan mulai periode dua dan berangkat pertengahan October 2014. Syukurlah saya bisa merasakan lebaran Idul Adha tahun ini dikampung halaman. Demikian apa yang bisa saya ceritakan seputar perjalanan saya mendaftar beberapa beasiswa sehingga akhirnya Allah mengijikan saya berlabuh di LPDP dengan kampus tujuan Radboud University Nijmegen. Mohon doanya rekan-rekan semuanya, Insyallah saya akan berangkat ke Belanda pada tanggal 10 Oktober 2014. Sekarang mengabiskan waktu dengan puas2in makan makanan Indonesia dan hunting barang heee..... Semoga bermanfaat .......................................”Bemimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mipimu” –Arai_Sang Pemimpi awal tulisan ini dari sini; cerita dari awal mendaftar ke berbagai macam beasiswa hingga akhirnya berlabuh ke LPDP. My Map, My Journey, My Dream |