#1. Beasiswa_BelandaGO
Pengalaman untuk menempuh pendidikan di luar negeri mungkin sudah menjadi mimpi setiap orang. Kita saling berlomba untuk mendapatkan kesempatan menimba ilmu pengetahuan di Negara yang notebenenya memilki kualitas pendidikan yang super wah. Fasilitas perpusatakan, kolega belajar, dan sumber daya pengajar yang berkualitas menjadi surga bagi para pelajar. Ditambah dengan kesempatan berinterakasi dengan masyarakat internasional yang dapat menjadikan kita lebih melek pada dunia dan siap untuk hidup di era global menjadi nilai plus dari sekolah di luar negeri. Itulah mengapa banyak anak bangsa yang bercita-cita untuk melanjutkan studinya di luar negeri, di Negara maju seperti Eropa, UK, USA, Asutralia, ataupun New Zealand.
Saya juga mimpi untuk sekolah di luar negeri, belajar dengan mahasiswa asing, dengan fasilitas dan akses pendidikan yang sudah modern. Latar belakang saya yang berasal dari kampung membuat saya sangat antusias untuk menginjakkan kaki ditanah Eropa, tanah kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban manusia. Banyak tokoh dunia, filosof, dan saintis lahir dari sana. Anak kampung seperti sayapun bermimpi menjadi penerus perjuangan mereka. Tahun 2009 saya simpan mimpi itu. Kemudian menuliskannnya dalam secarik kertas bersama dengan mimpi-mipi yang lain. “Tuliskankanlah mimpi-mimpi mu, agar melekat. Jangan kau simpan dalam angan-angan saja, karena itu akan cepat hilang” kurang lebih begitu kata pepatah. Dan salah satu mimpi yang saya tulis adalah “Kuliah ke Luar Negeri”.
Tahun 2012 bulan Juni pada saat saya sedang menulis skripsi tentang Analsis Wacana; “Penggunaan Disclaimer sebagai Praktik Diskursus dalam Menjaga Kuasa”, saya mendapatkan kesempatan mendampingi dosen, bapak Ribut Wahydi, M.Ed (PhD candidate di University of Wellington, New Zealand) untuk mengikuti konferensi Discourse di Universitas Malaysia “University of Malaya, Discourse and Society International Conference”. Salah satu keynote speakernya adalah Prof. Ruth Wodak dari Lancaster University, Inggris. Beliau adalah salah satu founding father dari Analisis wacana kritis dengan teorinya yang terkenal DHA (Discourse Historical Approach). Bulan Mei 2012, saya untuk pertama kalinya membuat paspor. Sebenarnya sudah lama keinginan membuat paspor. Waktu masih awal-awal kuliah, beberapa dosen dan teman menyarakan saya agar membuat paspor meskipun belum mau ke luar negeri. Siapa tahu nanti ada kesempatan. Hanya sebagai umpan gitu katanya.
Juni 2012 saya berangkat ke Kuala Lumpur untuk mengikuti konferensi. Senang sekali rasanya bisa bertemu dengan tokoh-tokoh linguistik internasional. Ada banyak sekali topik-topik yang menarik yang dipresentasikan oleh para pembicara. Diatara pembicaranya adalah Prof Rodd Ellis dan Prof Candlin dengan idenya tentang discourse of trust. Ada banyak lagi topic-topik yang menarik seputar asylum seekers, social identity, ESL, TESOL, dll. Berada disana membuat saya semakin tertantang untuk bisa seperti mereka dan menjadi pembicara dalam kancah internasional.
Setelah seminggu di Kuala Lumpur, saya bertolak ke malang dan langsung mendaftar untuk ujian skripsi. Tanggal 25 juli saya ujian skripsi. Alhamdulillah lulus juga. Oktober 2012 saya mengikuti wisuda sarjana di kampus, UIN MALIKI Malang. Dari sinilah mulai muncul kegalauan. Setelah wisuda saya ikut tes TOEFL ITP untuk pertama kalinya. Dan hasilnya tidak memuaskan, hanya 527. Please anak BSI Cuma segitu, apa kata dunia!!!
...........
lanjut ke cerita saya mengupgrade TOEFL dan DAftar Beasiswa di COnt ....MAp_Hunting Beasiswa
Pengalaman untuk menempuh pendidikan di luar negeri mungkin sudah menjadi mimpi setiap orang. Kita saling berlomba untuk mendapatkan kesempatan menimba ilmu pengetahuan di Negara yang notebenenya memilki kualitas pendidikan yang super wah. Fasilitas perpusatakan, kolega belajar, dan sumber daya pengajar yang berkualitas menjadi surga bagi para pelajar. Ditambah dengan kesempatan berinterakasi dengan masyarakat internasional yang dapat menjadikan kita lebih melek pada dunia dan siap untuk hidup di era global menjadi nilai plus dari sekolah di luar negeri. Itulah mengapa banyak anak bangsa yang bercita-cita untuk melanjutkan studinya di luar negeri, di Negara maju seperti Eropa, UK, USA, Asutralia, ataupun New Zealand.
Saya juga mimpi untuk sekolah di luar negeri, belajar dengan mahasiswa asing, dengan fasilitas dan akses pendidikan yang sudah modern. Latar belakang saya yang berasal dari kampung membuat saya sangat antusias untuk menginjakkan kaki ditanah Eropa, tanah kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban manusia. Banyak tokoh dunia, filosof, dan saintis lahir dari sana. Anak kampung seperti sayapun bermimpi menjadi penerus perjuangan mereka. Tahun 2009 saya simpan mimpi itu. Kemudian menuliskannnya dalam secarik kertas bersama dengan mimpi-mipi yang lain. “Tuliskankanlah mimpi-mimpi mu, agar melekat. Jangan kau simpan dalam angan-angan saja, karena itu akan cepat hilang” kurang lebih begitu kata pepatah. Dan salah satu mimpi yang saya tulis adalah “Kuliah ke Luar Negeri”.
Tahun 2012 bulan Juni pada saat saya sedang menulis skripsi tentang Analsis Wacana; “Penggunaan Disclaimer sebagai Praktik Diskursus dalam Menjaga Kuasa”, saya mendapatkan kesempatan mendampingi dosen, bapak Ribut Wahydi, M.Ed (PhD candidate di University of Wellington, New Zealand) untuk mengikuti konferensi Discourse di Universitas Malaysia “University of Malaya, Discourse and Society International Conference”. Salah satu keynote speakernya adalah Prof. Ruth Wodak dari Lancaster University, Inggris. Beliau adalah salah satu founding father dari Analisis wacana kritis dengan teorinya yang terkenal DHA (Discourse Historical Approach). Bulan Mei 2012, saya untuk pertama kalinya membuat paspor. Sebenarnya sudah lama keinginan membuat paspor. Waktu masih awal-awal kuliah, beberapa dosen dan teman menyarakan saya agar membuat paspor meskipun belum mau ke luar negeri. Siapa tahu nanti ada kesempatan. Hanya sebagai umpan gitu katanya.
Juni 2012 saya berangkat ke Kuala Lumpur untuk mengikuti konferensi. Senang sekali rasanya bisa bertemu dengan tokoh-tokoh linguistik internasional. Ada banyak sekali topik-topik yang menarik yang dipresentasikan oleh para pembicara. Diatara pembicaranya adalah Prof Rodd Ellis dan Prof Candlin dengan idenya tentang discourse of trust. Ada banyak lagi topic-topik yang menarik seputar asylum seekers, social identity, ESL, TESOL, dll. Berada disana membuat saya semakin tertantang untuk bisa seperti mereka dan menjadi pembicara dalam kancah internasional.
Setelah seminggu di Kuala Lumpur, saya bertolak ke malang dan langsung mendaftar untuk ujian skripsi. Tanggal 25 juli saya ujian skripsi. Alhamdulillah lulus juga. Oktober 2012 saya mengikuti wisuda sarjana di kampus, UIN MALIKI Malang. Dari sinilah mulai muncul kegalauan. Setelah wisuda saya ikut tes TOEFL ITP untuk pertama kalinya. Dan hasilnya tidak memuaskan, hanya 527. Please anak BSI Cuma segitu, apa kata dunia!!!
...........
lanjut ke cerita saya mengupgrade TOEFL dan DAftar Beasiswa di COnt ....MAp_Hunting Beasiswa